Selasa, 03 November 2015

PENELITIAN KUALITATIF






                                 TEORI SOSIAL DAN FENOMENA REALITAS SOSIAL


1.      Realitas Sosial Dan Fenomena Realitas Sosial
Dalam penjelasan Ontologi paradigma konstruktivis, realitas merupakan konstruksi sosial yang diciptakan oleh individu. Namun demikian, kebenaran suatu realitas sosial bersifat nisbi, yang berlaku sesuai konteks spesifik yang dinilai relevan oleh pelaku sosial (Hidayat, 1999: 39). Walaupun Ritzer mengatakan bahwa pandangan yang menempatkan individu adalah manusia bebas dalam hubungan antara individu dalam masyarakat merupakan pandangan beraliran liberal ekstrem, pengaruh aliran ini telah menyebar luas dalam paradigma defenisi sosial.
Dalam pandangan paradigma defenisi sosial, realita merupakan hasil ciptaan manusia kreatif melalui kekuatan konstruksi sosial terhadap dunia sosial dikelilingnya, realitas sosial itu “ada” dilihat dari subjektivitas “ada” itu sendiri dan dunia objektif di sekililing realita sosial itu. Max Weber melihat realita sosial sebagai perilaku sosial yang memiliki makna subjektif. Oleh karena itu perilaku memiliki tujuan dan motivasi.
Perilaku sosial itu menjadi “sosial” apabila yang dimaksud subjektif dari perilaku sosial itu membuat individu mengarahkan dan memperhitungkan kelakuan orang lain serta sosial mengarahkannya kepada subjektif itu. Berger dan Luckman mengatakan bahwa realitas terdiri dari tiga macam; yaitu realitas subjektif, realitas objektif, dan realitas simbolik.
Konsep realitas sosial di atas dibantah oleh pandangan teori konflik. Sebagaimana pemahaman Karl Marx mengenai kehidupan sosial budaya ditentukan dari pertentangan dari antara dua kelas yang terlibat dalam proses produksi, yaitu kaum industriawan yang mengontrol alat-alat produksi dan kaum ploretariat yang diandaikan hanya berhak melahirkan keturunan (Veeger, 1993: 210).
Pada kenyataannya, realitas sosial tidak berdiri sendiri tanpa kehadiran individu baik didalam maupun diluar realitas tersebut. Realitas sosial tersebut adalah pengetahuan yang bersifat keseharian yang hidup dan berkembang dimasyarakat seperti konsep, kesadaran umum, wacana public, sebagai hasil dan kontruksi sosial.
Gagasan kontruksi sosial selalu dikoreksi oleh gagasan dekontruksi yang melakukan interpretasi terhadap teks, wacana dan pengetahuan masyarakat. Gagasan ini kemudian melahirkan tesis-tesis keterkaitan antara kepentingan (interest) dan metode penafsiran (interpretation) atas realitas sosial (Nugroho.1999:123, Gergen, 1999:27).
Walaupun sebenarnya masyarakat sendiri telah mengontruksi pengetahuan mereka, tuga sutama ilmuwan sosial adalah untuk mengontruksi pengetahuan masyarakat tersebut agar secara sistematikdipahami oleh masyarakat itu sendiri. Ketika proses ini berlangsung, ilmuwan sosial tidak saja mengontruksi pengetahuan itu, namun ia juga terlibat didalam proses dekontruksi terhadap pengetahuan itu.

2.      Teori Sosial Mikro
Penggolongan teori-teori sosial yang banyak dipakai orang saat ini adalah yang memasukkannya ke dalam paradigma. Salah satu penggolongan itu adalah yang diusulkan oleh Ritzer (a.l. 1988: 392-393), yaitu paradigma fakta sosial, paradigma defenisi sosial, dan paradigm perilaku sosial.
Setiap defenisi paradigma fakt sosial, karena memusatkan perhatian pada struktur dan pranata (lembaga) kemasyarakatan yang berskala besar, tidak mengandung teori-teori sosial yang mikro. Teori-teori mikro sebagian tergolong pada paradigma defenisi sosial, yang tertarik pada bagaimana pelaku (aktor) mendefenisikan situasi-situasi kemasyarakatan dan bagaimana pula defenisi ini kemudian membawa efek paa aksi dan interaksi.
Tujuan utama ilmu-ilmu sosial dalam berteori adalah berupaya mengidentifikasi dan menganalisis realitas (kenyataan) sosial. Oleh sebagian kalangan “ mikro” diartikan sebagai “mikroskopis” yang merupakan satu ujung dalam sinambungan (kontinuum) mikroskopis-makroskopis ini dengan suatu dimensi lain dalam pemikiran sosial, yakni dimensi sinambung objektif-subjektif.
Dasar pemikiran teori-teori sosial mikro adalah penekanan pada tindakan (aksi) oleh pelaku (aktor) yang relative bebas dalam mengekspresikan kehendaknya. Secara umum dapat dikatakan bahwa ancangan mikro dalam teori-teori sosial merupakan awal yang baik dalam melakukan kegiatan ilmiah sesungguhnya karena kita dapat berhati-hati dahulu dengan rinci-rinci factual yang sesungguhnya.  

3.      Fenomena CQ Realitas Sosial sebagai Objek Kajian Ilmu (Sains) Sosial
Dalam banyak perbincangan filsafat dan logika, dan juga nanti dalam banyak perbincangan disekitar permasalahan sosiokultural, kata “realitas” seringkali digunakan secara bergantian dengan kata “fakta” dan bahkan juga dengan kata “fenomena”, tanpa ada niatan untuk terlalu memperbedakan.
Tidak demikian halnya dengan penggunaan kata istilah ‘fenomena’. Fenomena adalah gejala dalam situasi alaminya yang kompleks, yang hanya mungkin menjadi bagian dari alam kesadaran manusia-sekomprehensif apapun- ketika sudah direduksi kedalam suatu parameter yang terdefenisikan sebagai fakta, dan yang demikian terwujud sebagai suatu realitas.
Aliran klasik mengartikan dan mendefenisikan objek kajian sosial yang disebut “realitas sosial” itu sebagai realitas-realitas objektif yang teramati didalam indrawi. Ini disebut dengan aliran emperisme. Aliran emperisme disebut klasik karena perspektif dan cara pendekatan serta metodelogi aliran ini dianalogikan dari perspektif dan cara pendekatan serta metodelogi scientific yang semula terpakai untukmengkaji objek-objek anorganik dan organic yang dilazimkan dalam kerja-kerja ilmu alam kodrat dan ilmu-ilmu hayati.

4.      Teorisasi Dalam Penelitian Kualitatif
Terkadang kebiasaan penggunaan teori dalam penelitian kuantitatif ikut mempengaruhi pendekatan penelitian kualitatif. Padahal penelitian kualitatif menggunakan pendekatan induktif. Dengan sesungguhnya, teori sebenarnya ialahalat yang akan diujikemudian dengan data dan instrument peneliti.  
Model deduktif atau deduksi, dimana teori masih menjadi alat penelitian sejak memilih dan menemukan masalah, membangun hipotesis maupun melakukan pengamatan di lapangan sampai dengan menguji data. Model penggunaan teori inilah yang biasa dilakukan pada penelitian deskriptif kualitatif. 
Teori digunakan sebagai awal menjawab pertanyaan penelitian bahwa sesungguhnya pandangan deduktif menuntun penelitian dengan terlebih dahulu menggunakan teori sebagai alat, ukuran dan bahkan instrument untuk membangun hipotesis sehingga peneliti secara tidak langsung akan menggunakan teori sebagai “kacamata kuda” nya dalam melihat masalah penelitiannya.
Keanekargaman masalah menjadikan format penelitian ini semakin kaya akan model kontruksi yang akan dibangunnya. Dengan demikian penelitian akan bebas sebebas-bebasnya menentukan model penelitian , model analisis, model teorisasi, model pembahasan sampai dengan model kontruksi laporan penelitiannya Karen apeneliti merupakan intrumen penelitian itu sendiri yang memiliki kebebasan melakukan segalanya.  

1 komentar:

  1. How to Make Money From Betting Sites That Pay Per Head
    In the betting world, the goal is to earn enough money 샌즈카지노 to earn a living to make a งานออนไลน์ living. But 카지노 the basic process of betting at a betting site has

    BalasHapus